“Selama manusia itu masih hidup, dia akan selalu punya hak, dan harus diperlakukan sama seperti manusia yang lain.”
Kutipan di atas merupakan sebuah kalimat yang dihasilkan dari keresahan akan menjamurnya pelanggaran yang dilakukan manusia terhadap hak-hak yang dimiliki oleh manusia yang lain. Manusia sendiri bukanlah individu yang dibatasi oleh usia, jenis kelamin, apalagi hanya sekadar strata sosial. Bukan sebuah rahasia pula ketika kita berbicara mengenai pelanggaran hak yang dialami oleh anak-anak, mengingat berdasarkan data tahun 2017 oleh KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) saja terdapat 116 kasus kekerasan seksual terhadap anak, dan 73,7% anak Indonesia mengalami kekerasan di rumahnya sendiri. Bukan sebuah angka yang sedikit, bukan? Ini bukan pula isu yang tidak perlu mendapat perhatian, karena anak-anak yang seharusnya juga memiliki hak perlindungan dan pendampingan, justru begitu rentan terhadap kekerasan bahkan pelecehan. Yayasan KAKAK (Kepedulian untuk Konsumen Anak) merupakan salah satu LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang memberikan fasilitas “luar biasa” kepada anak-anak melalui edukasi hingga advokasi untuk melindungi para korban anak tersebut.
Perlindungan terhadap anak yang dilakukan oleh KAKAK bukan hanya pada anak-anak yang menjadi korban dari produk-produk pasaran yang mereka konsumsi, namun lebih luas juga pada kekerasan hingga eksploitasi seksual yang dialami oleh anak-anak. Lebih dari itu, pelecehan (1) seksual, seperti: sentuhan yang tidak pantas, catcalling (siulan), pemerkosaan; (2) fisik, seperti: tamparan, pukulan, cubitan; (3) psikis, seperti: diancam, diejek, diremehkan; (4) ekonomi/eksploitasi, seperti: perbudakan, pelacuran anak, perdagangan anak; hingga (5) penelantaran/pengabaian, seperti: kurang gizi, kelaparan, dan kurangnya pengawasan merupakan kajian yang sangat diperhatikan oleh KAKAK untuk kemudian diambil tindakan. Untuk melakukan pendekatan kepada korban anak pun bukan merupakan hal yang mudah karena sangat membutuhkan kemampuan berdialog agar korban anak tidak merasa terintimidasi yang berpotensi untuk membuat mereka merasa semakin tidak aman (insecure) hingga menutup diri. KAKAK sendiri memiliki berbagai cara kreatif untuk menggali berbagai informasi dari korban anak, seperti Body Mapping dan menggambar Planet Kehidupan. Body Mapping adalah sebuah metode yang dilakukan oleh KAKAK guna mengetahui bagian-bagian mana saja dari tubuh mereka (target perlindungan) yang telah menerima kekerasan maupun pelecehan. Sedangkan Planet Kehidupan adalah sebuah metode yang kemudian dapat membantu fasilitator untuk mengetahui mengapa anak-anak tersebut menjadi korban ataupun pelaku kekerasan bahkan pelecehan melalui gambar yang mereka buat sendiri tentang bagaimana hubungan mereka dengan orang-orang dan lingkungan sekitarnya. (Ps: bahasan khusus mengenai Body Mapping, Planet Kehidupan, dan cara kreatif lain untuk menggali informasi oleh KAKAK akan ada di tulisan berikutnya)
Hari pertama belajar di Yayasan KAKAK sangat memberikan wawasan baru dan barmakna. Yayasan KAKAK telah memberikan pelajaran yang begitu berharga untuk saya sebagai seorang yang sangat awam terhadap dunia anak dengan berbagai macam ”kemelut” yang harus mereka hadapi yang ternyata bukan hanya sekadar berebut ayunan di taman bermain dengan temannya ataupun mengerjakan PR Matematika yang kata orang merupakan beban hidup terberat bagi anak-anak. Lebih dari itu, pelecehan seksual, fisik, psikis, ekonomi/eksploitasi, dan penelantaran/pengabaian adalah persoalan yang begitu dekat, sangat mengancam kehidupan anak-anak, dan sangat memengaruhi kelangsungan hidup mereka dimasa depan. Ini semua nyata terjadi, bukan hanya ilusi yang kemudian ditulis untuk menjadi bahan diskusi. Yang terpenting dari itu semua adalah kita harus memahami bahwa para korban anak bukanlah kelompok yang pantas disalahkan, dikucilkan, ataupun diasingkan, namun harus diperhatikan, didengarkan, didampingi, dan dilindungi.
Purwosari, 15 Maret 2018
Anindita Nur Hidayah (Relawan YC Pilar Solo – Magang Yayasan Kakak)